Sekretaris Jenderal APIKMI atau Asosiasi Pengusaha Industri Kecil Menengah Indonesia meminta pemerintah Indonesia untuk melakukan evaluasi terhadap kebijakan safeguard sesegera mungkin, terutama untuk melakukan evaluasi terhadap bahan baku untuk tekstil yang diimpor dari luar negeri. 

Para pengusaha di bidang tekstil dan garmen tampaknya setuju untuk mendukung pemerintah dalam menerapkan kebijakan safeguard sesegera mungkin. Hal ini bertujuan untuk melindungi produk tekstil dalam negeri agar tidak tergerus oleh produk tekstil impor.

Alasan Pengusaha Mendesak Diadakannya Evaluasi Safeguard

Desakan yang diajukan oleh para pengusaha tekstil dan garmen dilatarbelakangi oleh berbagai alasan. Para pengusaha tersebut menyatakan berbagai hal yang membuat mereka khawatir terhadap proses impor berbagai bahan baku untuk tekstil.

Ada berbagai alasan yang melatarbelakangi permintaan atau desakan pengusaha terhadap evaluasi safeguard, khususnya tentang bahan baku untuk tekstil yang diimpor dari negara lain. Berikut ini beberapa alasan yang mendorong pengusaha untuk mendesak evaluasi terhadap safeguard.

  • Kesulitan yang Dialami Oleh Pengusaha Tekstil Lokal

Berdasarkan keterangan dari Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia, saat ini telah ada 9 perusahaan yang memproduksi benang dan kain yang tengah mengalami kesulitan. Hal ini diakibatkan oleh adanya tekstil impor.

Perusahaan yang dimaksud tidak bisa melakukan penjualan sehingga stoknya pun menumpuk dan barang yang sudah diproduksi tidak bisa keluar ke pasar. Pada bulan Agustus 2021 saja, ada setidaknya 3 line yang mati, 2 berlokasi di Tangerang sedangkan 1 lainnya berada di Karawang.

Berdasarkan data pada tahun 2018, kebutuhan warga akan produk tekstil meningkat hingga 8,18%. Penurunan yang terjadi saat ini pasti bukan karena kebutuhan akan produk garmen sedang lesu.

  • Kenaikan Kebutuhan Akan Tekstil Diambil Oleh Impor

Berdasarkan data dari tahun-tahun sebelumnya, bisa dipastikan bahwa kebutuhan warga akan produk tekstil masih bisa terus meningkat. Sayangnya, kebutuhan warga akan produk tekstil ini diambil alih oleh berbagai produk impor. Bahkan, bahan baku untuk tekstil pun dikuasai oleh pasar impor.

Padahal, pasar domestik adalah pasar yang sangat diharapkan mengingat perang dagang antara China dan Amerika Serikat sedang panas-panasnya. Jika pasar domestik juga tidak bisa diharapkan karena adanya produk impor, produk tekstil lokal akan segera kehilangan pasarnya.

Ekspor produk tekstil sangat sulit untuk dilakukan karena adanya perang dagang. Kesempatan yang bisa diambil adalah menjual di pasar domestik. Hal ini berarti safeguard harus diperiksa kembali.

  • Bisa Menyelamatkan dan Membangkitkan Industri Tekstil Lokal

PT Asia Pacific Rayon merupakan salah satu pendatang baru yang memproduksi serat benang dengan menggunakan bahan yang Bernama polimer organik. Pihak PT APR menilai bahwa kebijakan safeguard ini sebenarnya bisa membantu menyelamatkan industri tekstil yang ada dalam negeri.

PT APR menyatakan dukungannya terhadap program safeguard serta upaya untuk merevitalisasi berbagai industri tekstil yang ada di Indonesia. Program safeguard ini merupakan satu dari sekian banyak upaya yang bisa membuat industri tekstil Indonesia kembali bergairah.

Nilai impor kain, benang, dan serat dari negara lain sudah sangat tinggi dan memang sudah seharusnya untuk dilakukan evaluasi demi mendukung industri tekstil yang ada di Indonesia.

  • Harga Bahan Baku untuk Tekstil Impor Terlalu Murah

Industri Kecil Menengah atau IKM yang bergerak di sektor garmen atau konveksi menyatakan bahwa mereka mengalami kesulitan yang besar karena barang jadi atau garmen yang masuk ke Indonesia dari Thailand dan China dijual dengan harga yang jauh lebih murah.

Harga yang sangat murah tersebut jauh berbeda jika dibandingkan dengan produk yang dihasilkan oleh para pelaku IKM. Harga produk garmen yang dihasilkan oleh pelaku IKM lokal lebih tinggi karena harga bahan bakunya juga lebih mahal.

Pelaku IKM mengaku kesulitan kalau harus mengurangi harga produk agar bisa bersaing dengan berbagai produk impor yang membanjiri pasar domestik.

  • Substitusi Bahan Baku Lebih Disarankan

Berdasarkan informasi dari Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian, kegiatan impor bahan baku dilakukan hingga saat ini karena pasokan yang ada di dalam negeri tidak tersedia untuk mendukung proses produksi. Tapi kegiatan impor yang besar bisa menekan produksi garmen yang akan diekspor.

Selain melakukan evaluasi terhadap besaran safeguard untuk impor bahan baku tekstil, tindakan lain yang bisa mendukung evaluasi ini adalah mengadakan substitusi terhadap bahan baku untuk tekstil. Misalnya, pengusaha bisa memperbanyak pemakaian serat viscose rayon yang terbuat dari kapas.

Dengan semakin banyaknya produsen viscose rayon, penggunaan kapas diharapkan bisa berkurang dan tergantikan dengan penggunaan serat rayon. Impor pun bisa segera diganti dengan produk lokal.

  • Pasar Dalam Negeri Harus Diamankan Dulu Sebelum Impor

Jika ingin melakukan ekspor produk garmen ke negara-negara lain, pasar tekstil dalam negeri harus terlebih dahulu diamankan. Artinya, produk impor yang sudah terlalu banyak sebaiknya dikurangi atau dihentikan agar penggunaan bahan baku dari dalam negeri bisa lebih optimal.

Dengan berkembangnya bahan baku tekstil lokal yang baru dan lebih murah, pengusaha garmen bisa lebih menghemat biaya dalam mencari bahan baku dan tidak perlu menggunakan produk impor. Proses produksi pun bisa terus berjalan dan berlanjut ke proses ekspor barang ke negara lain.

Langkah ini bisa dilakukan dengan terjalinnya kerja sama antara Bank Indonesia dengan sektor manufaktur dan tekstil. Dukungan dari BI bisa mendorong industri tekstil agar lebih produktif lagi.

  • Pembenahan Produsen Kain Dalam Negeri Sangat Dibutuhkan

Ada aturan khusus yang berkaitan dengan impor bahan baku dari negara lain. Peraturan tersebut ada dalam Permendag Nomor 64 Tahun 2017. Dalam peraturan tersebut dikatakan bahwa izin untuk impor bahan baku hanya diberikan pada pedagang IKM yang bukan lagi merupakan produsen.

Artinya, IKM diizinkan mengimpor beberapa bahan baku, syaratnya adalah hanya boleh mengimpor raw material saja atau bahan baku yang tidak diproduksi di dalam negeri. Sayangnya, peraturan ini tampaknya tidak berjalan.

Banyak IKM yang masih bisa membeli bahan baku dari importir. Hal ini mengakibatkan rantai pasokan jadi tambah panjang dan harga jadi semakin mahal. Pemerintah diminta untuk mendorong para pengembang IKM dan membenahi produsen kain di Indonesia.

Pembenahan yang Sebaiknya Dilakukan oleh Pemerintah

Pemerintah Indonesia diminta untuk melakukan pembenahan terhadap produsen kain, terlebih lagi untuk masalah limbah serta permesinannya. Proses pembenahan ini diharapkan bisa mencukupi semua kekurangan bahan baku untuk tekstil yang awalnya diisi oleh impor.

Dengan begitu, semua kekurangan bahan baku untuk tekstil bisa segera diisi oleh produsen bahan baku tekstil yang ada di Indonesia. Hasilnya, pabrikan tekstil di hilir bisa menjadi lebih kompetitif.

Para pengusaha meminta pemerintah Indonesia untuk melakukan evaluasi terhadap safeguard bahan baku untuk tekstil yang diimpor dari negara lain. Hal ini bukannya tanpa alasan. Ada berbagai hal yang menjadi latar belakang permintaan para pengusaha tekstil ini.